Surah An-Nisa' ayat 22 membahas tentang larangan bagi seseorang untuk menikahi wanita yang dinikahi oleh ayahnya kecuali dalam kasus yang telah lama berlalu. Allah SWT mengungkapkan bahwa menikahi seorang perempuan yang pernah dinikahi ayahnya adalah perbuatan yang sangat buruk dan tidak disukai oleh Allah SWT.
Larangan untuk menikahi wanita yang pernah dinikahi oleh ayahnya berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Dalam Islam, larangan ini dijelaskan dengan jelas dan tegas. Para sarjana berpendapat bahwa larangan ini diperkenalkan untuk menghindari celaan dan stigma yang mungkin akan diterima oleh wanita yang berada dalam situasi seperti ini. Seorang wanita dalam situasi ini mungkin akan menghadapi tuduhan menghina yang sangat besar dari yang lain, mengabaikan pikiran mereka akan menjadi pacar prematur, dan mengalami kehinaan moral yang hebat.
Menurut Al-Qur’an, ayat yang disebutkan di surah An-Nisa menganjurkan orang untuk tidak bereaksi buruk atau bersikap tidak manusiawi terhadap wanita yang menikah dengan ayah mereka di masa lalu. Larangan ini bukan saja cenderung melindungi wanita yang menikah dengan ayahnya, tetapi juga untuk menjaga status dan integritas dari semua perempuan. Tentunya Allah SWT juga mengingatkan kita untuk menghargai dan bersabar ketika menghadapi masalah seperti ini.
Dalam konteks zaman modern, konsep Allah SWT tentang orang tersebut masih relevan dan menerapkan standar moral universal yang dihormati di banyak negara. Menikah dengan wanita yang telah dinikahi oleh ayahnya tetap merupakan perbuatan yang dianggap tidak bermoral, meskipun ada konteks yang bisa membuat hal ini menjadi tindakan yang legal. Namun, sebagai umat Islam, larangan ini harus tetap diingat dan diikuti agar kita dapat selalu menjaga nama baik budaya Islam dan bersikap jujur dan tepat terhadap pihak lain.
Kata Kunci : Surah An-Nisa' Ayat 22, Larangan Menikah, etika dan moral universal.
