Surat Al-Baqarah ayat 278 merupakan ayat yang mengingatkan umat Islam untuk bertakwa kepada Allah dan melepaskan sisa riba yang akan dibayar. Ayat ini merupakan salah satu hukum syariah yang diwajibkan bagi umat Islam untuk taat.
Arti dari ayat ini secara harfiah ialah "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman". Dengan demikian, ayat ini memerintahkan kita semua untuk bertakwa kepada Allah dan berhenti dari semua aktivitas perbankan ribawi yang melibatkan pinjaman uang dengan suku bunga yang tinggi.
Riba adalah transaksi finansial yang tidak dibenarkan dalam syariat. Terdapat beberapa jenis riba, di antaranya riba fadhl, riba qardh, riba jahiliyah dan riba nasi'ah. Riba fadhl adalah keuntungan yang diterima oleh peminjam melalui transaksi pinjam-meminjam yang diberikan tanpa diimbangi dengan suatu manfaat atau nilai tambah, sementara riba qardh adalah ketika pemberi pinjaman meminta kembali pokok pinjaman dengan jumlah nominal yang lebih tinggi daripada jumlah yang dipinjam. Riba nasi'ah adalah ketika pemberi pinjaman meminta kembali jumlah nominal yang lebih kecil ketika dana dipinjamkan dengan suku bunga yang telah ditentukan. Riba jahiliyah adalah jenis riba yang diharamkan antara saudara seiman di kalangan umat Muslim.
Pengharaman terhadap riba adalah salah satu ketentuan yang ditegaskan dalam Al-Quran. Di dalam ayat yang berbicara tentang riba, Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)...(QS. Al-Baqarah: 278) ". Dalam ayat lain, Allah berfirman lagi: “Sesungguhnya Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275).
Pengharaman riba dalam Al-Quran menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai moral dan akhlak yang baik, dan menghindari tindakan penindasan ekonomi dan keuangan terhadap orang lain. Umat Islam juga disarankan untuk menyemai ekonomi Islam dan melakukan kebijakan yang membawa kemakmuran.
Keharaman riba juga penting bagi kesehatan ekonomi suatu bangsa. Ini dikarenakan riba dapat menciptakan ketidakseimbangan di pasar finansial dan membuat orang yang mampu membayar suku bunga lebih tinggi menghasilkan untung sedangkan yang tidak memiliki dana ekstra tertekan oleh beban suku bunga yang tinggi.
Hal ini juga dapat memicu inflasi, menghancurkan instrumen investasi yang memiliki risiko rendah, menghambat penciptaan lapangan kerja, dan melemahkan kapasitas tawar produsen. Ini akan mengakibatkan berbagai macam masalah fiskal, seperti peningkatan utang, kekhawatiran, dan ketidakefektifan.
Komitmen Islam untuk mengharamkan riba dan mengganjarnya juga mencerminkan perlindungan atas hak manusia, terutama bagi mereka yang melakukan kesalahan ekonomi atau keuangan. Ini mengacu pada prinsip sumber hukum Islam yang menekankan keadilan sosial, honestitas, dan kebersihan.
Etiologi di balik ketentuan Allah tentang riba juga menegaskan bahwa para pelaku ekonomi hadir bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan sendiri, tetapi juga harus melaksanakan layanan dan tanggung jawab sosial. Dengan demikian, umat Islam dicontohkan untuk bertindak sebagai kontributor aktif yang baik dalam masyarakat, menjalankan inisiatif yang jelas dan bijak, dan menghindari perilaku penuh risiko.
Secara keseluruhan, Surat Al-Baqarah ayat 278 mengajak umat muslim untuk bertakwa kepada Allah dan melepaskan sisa riba. Ayat ini menegaskan hukum syariah mengenai riba untuk mempromosikan kesehatan dan kemajuan ekonomi sosial yang berkelanjutan, serta menghormati hak manusia dan menumbuhkan kesadaran moral di antara umat Islam.