Surah Ali 'Imran Ayat 128 - QuranWeb

terms: Surah Ali Imran adalah surah yang terdapat pada Al Qur'an yang menjadi rujukan bagi umat Islam. Surah Ali ‘Imran ayat 128 berbicara tentang ...

Surah Ali 'Imran Ayat 128

Surah Ali Imran adalah surah yang terdapat pada Al Qur'an yang menjadi rujukan bagi umat Islam. Surah Ali ‘Imran ayat 128 berbicara tentang sikap Rasulullah SAW ketika Nawasib (orang-orang Yahudi dan Nasrani) yang berbuat curang terhadap Nabi dan para Sahabatnya.


Ayat yang disebutkan dalam surah ini memberikan tanda peringatan kepada Rasulullah bahwa dia tidak boleh campur tangan dalam pembelaan orang-orang yang jahat terhadap kebenaran dan melawan Torah dan Injil. Dia juga tidak dibenarkan untuk menentang hukuman Allah atau bahkan berharap untuk pengampunan bagi orang-orang yang jahat.


Karena itu, ayat ini menekankan bahwa urusan Allah adalah memutuskan masalah pengampunan bagi orang-orang zalim. Oleh karena itu, Rasulullah tidak boleh berusaha untuk menyelesaikan masalah ini. Hal ini berarti bahwa maksud ayat ini adalah bahwa jika Allah menganggap seseorang berdosa atau orang yang berbuat curang, maka itu adalah tugas-Nya untuk memutuskan apa yang harus dilakukan dengan dia atau bukan. Allah adalah yang memberi hukuman yang pantas atau pengampunan kepada orang yang berbuat curang sebagai tanda kasih sayang-Nya.


Kemudian, Rasulullah harus tetap berpegang garis bawahi bahwa dia tidak boleh bekerja sama dengan orang-orang yang jahat. Itu bukan sebuah pekerjaan atau tugas Rasulullah. Hal ini perlu dicatat bahwa ayat ini tidak menyuruh Rasulullah untuk berpaling dari orang-orang jahat dan menjauh dari mereka, tetapi hanya mengingatkan agar Rasulullah tidak mengambil bagian dalam menghukum mereka atau mengharapkan pengampunan bagi mereka.


Ayat ini juga menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak untuk memberikan hukuman bagi mereka yang berbuat jahat dan yang berbuat curang. Dalam ayat ini Nabi SAW disuruh untuk bersikap netral terhadap orang-orang yang berkhianat dan yang berbuat curang. Dia tidak boleh mempersalahkan mereka, sebaliknya, diharuskan untuk menerima tindakan Allah meskipun ada kemungkinan bahwa tindakan-Nya akan menyebabkan mereka disiksa dan dizalimi.


Akhirnya, ayat ini menekankan bahwa Nabi Muhammad telah diutus untuk mengajarkan agama dan menjadi nabi, bukan menjadi hakim. Dia tidak bertugas untuk menilai orang atau memutuskan siapa yang berhak mendapatkan pengampunan atau dizalimi. Pertanggungjawabannya adalah untuk mengajarkan kebenaran dan mengharapkan perlakuan tulus dari orang lain seperti yang diinginkan oleh Allah.


Kesimpulannya, ayat ini memiliki makna yang penting bagi umat Islam. Ayat ini mengingatkan agar kita berakhlak ve hikmah dan tetap patuh kepada Allah. Kita juga harus menghormati keputusan-Nya walaupun mungkin kita tidak sepenuhnya setuju dengan itu. Kita harus ingat bahwa hukuman atau pengampunan bagi orang jahat adalah keputusan Allah dan kita tak berhak untuk campur tangan di dalamnya.